Selasa, 16 Februari 2016

SEJARAH 3 KERAJAAN BESAR






ARTIKEL


selasa 16 Pebruari 2016


Sejarah Islam sekarang telah berjalan lebih dari empat belas abad lamanya. Sebagaimana halnya sejarah setiap umat, sejarah Islam pun mengalami pasang surut. Pada periode tertentu Islam mengalami pertumbuhan dan perkembangan, pada periode selanjutnya Islam mengalami kemajuan dan kejayaan dan pada periode lain Islam mengalami kemunduran bahkan kehancuran. Satu di antara beberapa sejarah peradaban Islam yang cukup menarik untuk bahan kajian ilmiah, yaitu masa pertengahan khususnya pada abad ke-17, karena pada abad tersebut terdapat tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Syafawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India,  yang mana keadaan politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuankembali setelah muncul dan berkembangnya ketiga kerajaan besar tersebut. Kerajaan ustsmani, disamping yang pertama berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibandingkan dua kerajaan lainnya.
           
A.    KERAJAAN UTSMANI DI TURKI
1. Proses Terbentuknya Kerajaan Utsmani di Turki
Kerajaan Turki Utsmani berdiri tahun 1281. Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah mongol dan daerah utara negeri Cina,  dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah keturki kemudian Persia dan irak. Meraka masuk islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika meraka menetap di asia tengah dibawah tekanan serangan mongol pasa abad ke 13 M.
Sultan Alaudin yang sedang berperang dengan Bizantium. Berkat bantuan dari Erthogril, pasukan Sultan Alaudin mendapatkan kemenangan, sehingga Erthogril mendapat hadiah sebidang wilayah di perbatasan Bizantium  pada saat itulah meraka terus membina wilayah barunya dan Erthugril pun meninggal dunia pada tahun 1289 dan kepemimpinan dilanjutkan pada putranya yaitu Utsman bin Erthogril, putra Erthogrul inilah yang dianggap pendiri kerajaan usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326  sebagaimana ayahnya , ia banyak berjasa pada sultan alaudin II  dengan keberhasilannya menduduki benteng -benteng bizantium yang berdekatan dengan kota broessa pada tahun 1300 M. bangsa mongol menyerang kerajaan Seljuk dan sultan alaudin II terbunuh dan akibatnya dinasti ini terpecah-pecah menjadi sejumlah kerajaan kecil,  Dalam kondisi kehancuran Seljuk inilah Utsman mengklaim kemerdekaan sekaligus memproklamirkan berdirinya kerajaan Turki Utsmani dan berkuasa penuh terhadap daerah yang didudukinya dan mengadakan ekspansi dari daerah yang sudah di taklukkan  dari daerah Bizantium. Sejak itulah kerajaan usmani berdiri dan penguasa pertamanya adalah usman yang sering disebut Usman I. I ( Yatim, 2015: 130).
Setelah usman mengumumkan bahwa dirinya adalah padisyah al usman (raja besar keluarga usman) pada tahun 699 M, setapak demi setapak kerajaan usmani diperluas, dan menyerang  daerah perbatasan wilayah Bizantium dan menaklukkan kota Brousse pada tahun 1317 M. kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan. Jika kita menapaki sejarah, kerajaan Turki Utsmani merupakan kerajaan terbesar dan paling lama berkuasa.  Dan pada masa Orkhan (726 H/1326 M – 761 H/ 1359 M) kerajaan turki usmani dapat menaklukkan Azmir (Shirna) tahun 1327 M, Gallipoli (1356 M ). Daerah ini adalah bagian benua eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani. Ketika Murad I, Pengganti Orkhan, berkuasa (761 H/ 1359 M – 789 H/ 1389 M) saat itulah keamanan dalam negeri ditetapkan.
Dengan adanya berbagai ekspansi, menyebabkan ibukota Dinasti Utsmani berpindah-pindah. Sebagai contoh, sebelum Utsman I memimpin Dinasti Utsmani, ia mengambil kota Syukud sebagai ibukotanya. Kemudian setelah penguasa Dinasti Utsmani dapat menaklukkan Broessa pada tahun 1317, maka pada tahun 1326 Broessa dijadikan ibukota pemerintahan. Hal ini berlangsung sampai pemerintahan Murad I. ternyata, di masa Murad I kota Adrianopel yang ditaklukkannya itu dijadikan sebagai ibukota kerajaan barunya. Sampai dikalahkannya Bizantium  oleh Muhammad II yang biasa disebut “Muhammad Al Fatih”,  yang saat itu turki utsmani megalami kemajuan  dan ditaklukkanya Konstantinopel pada tahun 1453 M. olehnya, dengan terbukanya kostantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat kerajaan Bizantium, maka lebih mudah arus ekspansi masuk ke banua Eropa. Akan tetapi ketika sultan salim (1512-1520) M.  naik tahta ia mengalihkan perhatian kearah timur dengan menaklukkan Persia, Syria, dan dinasti mamalik di mesir, usaha sultan salim dikembangkan oleh sultan sulaiman al- Qanuni( 1520- 1566 M). ia tidak mengarahkan ekspansinya ke arah timur atau barat, tapi seluruh wilayah yang berada disekitar turki utsmani merupakan obyek yang menggoda hatinya.  Sulaiman berhasil menundukkan irak, belgrado, pulau rodhes, tunis Budapest dan yaman. Demikian luas wilayah turki utsmani pada amsa itu mencakup asia kecil, Armenia, irak , siria hejaz  da yaman di asia ; mesir , libia, Albania, dan aljaza’ir di afrika; Bulgaria, yunani, Yugoslavia, Albania, hongaria  dan Rumania di Eropa.
Kemajuan dan perkembangan ekspansi  kerajaan utsmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan- kemajuan dalam bidang- bidang kehidupan lainnya, yang terpenting diantaranya sebagai berikut.

A.2. Perkembangan dan Kemajuan Peradaban Kerajaan Turki Utsmani
a. Bidang Militer dan Perluasan Wilayah
            para pemimpin kerajaan usmani pada masa –masa pertama dipimpin oleh orang –orang kuat, sehinnga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan kuat, meskipun demikian, kemajuan kerajaan usmani mencapai keemasannya bukan semata- mata karena keunggulan politiknya para pemimpin. Masih banyak factor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi tersebut, yang terpenting diantaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana saja.
Setelah Utsman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al Utsman (raja besar keluarga utsman) tahun 699 H (1300 M), setapak demi setapak mengadakan perluasan wilayah dengan mmperkuat kekuatan militernya. Dia mengadakan perombakan besar- besaran dalam tubuh militer, pembaruan dalam tubuh organisasi militer yang dilakukan oleh Orkhan bukan hanya bentuk mutasi ponsel- ponsel pimpinan, akan tetapim juga  diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa- bangsa non- Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak- anak kecil kristen diasramakan dan dibimbing dengan suasan islam untuk dijadikan prajurit. pusat pendidikan dan pelatihan militer ini terus dijalankan sehingga berhasil dan terbentuklah sebuah prajurit dan kesatuan militer baru yang disebut Yeniseri atau Inkisariyah (arab), kelompok inilah yang mengubah kerajaan usmani yang baru lahir menjadi mesin yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri- negeri Non-Muslim. seperti menaklukan Andriannopel, Macedonia, Bulgaria, dan Serbia. Dari para penguasa yang memimpin Turki Utsmani, Sultan Muhammad II yang layak menyandang gelar  Al Fatih
            Disamping sudah terbentuknya kekuatan Yeniseri ada lagi prajurit dari kaum feodal  yang dikirim pada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut kelompok militer Thaujiah  angkata lautpun dibenahi, karena ia mempunyai peranan besar dalam perjalanan ekspansi turki utsmani, sehingga pasa abad ke 16, angkatan laut turki utsmani mencapai puncak kejayaannya. Yang dengan kekuatan militetrnya dengan cepat menguasai wilayah yang amat luas baik di asia, Eropa Maupun Afrika. Dan factor utama yang mendorong kemajuan dilapangan kemiliteran ini ialah tabi’at bangsa turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dan untuk mengatur pemerintahan dimasa sultan sulaiman, disusun kitab undang- undang(Qanun) yang diberi nama multaqa al abhor yang menjadi pegangan hokum bagi kerajaan turki utsmani sampai datangnya reformasi pada abad ke- 19, karena jasa sultan sulaiman yang amat berharga, maka diberi gelar al- Qanuni.

§  Ada lima faktor yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Utsmani dalam perluasan wilayah Islam.
(1) kemampuan orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita memperoleh
Ghanimah  (harta rampasan perang).
(2) sifat dan karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan.
(3) semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam.
(4) letak Istambul yang sangat strategis sebagai ibukota kerajaan juga sangat menunjang kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia. Istambul terletak antara dua benua dan dua selat (selat Bosphaoras dan selat Dardanala), dan pernah menjadi pusat kebudayaan dunia, baik kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani maupun kebudayaan Romawi Timur.
(5) kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani mengalahkannya. (
 Van Hoeve: 1990: 60)

b. Bidang Pemerintahan
            Raja-raja Turki Utsmani bergelar Sultan dan Khalifah sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan duniawi dan khalifah berkuasa di bidang agama atau spiritual/ukhrawi. Mereka mendapatkan kekuasaan secara turun temurun. Tetapi tidak harus putra pertama yang menjadi pengganti sultan terdahulu, bahkan dalam perkembangannya pergantian kekuasaan itu juga diseerahkan kepada saudara sultan bukan kepada anaknya. (Mughni,1997: 53) Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh shadr al a’zham (perdana menteri) yang membawahi pasya (gubernur) , dan gubernur mengepalai daerah tingkat I. dibawahnya terdapat beberapa orang al zanaziq atau al ‘alawiyah (bupati). Untuk mengatur pemerintahan negara , di masa sultan Sulaiman I disusun undang-undang (qanun) yang bernama Multaqa al Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Utsmani sampai datangnya reformasi pada abad ke 19. Karena jasa Sultan Sulaiman I, diujung namanya diberi gelar al Qanuni. ( Yatim, 2010: 135)

c. Bidang Ilmu Pengetahuan, Kebudayaan dan Agama
             Dalam bidang ilmu pengetahuan, kerajaan Turki Usmani tidak menghasilkan karya-karya dan penelitian-penelitian ilmiah seperti di masa Daulah Abbasiyah. Karena mereka lebih mengutamakan dalam bidang militer dan perluasan wilayah, sehingga kita tidak dapati ilmuwan yang terkenal dari Turki Utsmani. Sedangkan dalam bidang kebudayaan, kebudayaan Turki Utsmani merupakan perpaduan antara kebudayaan Bizantium, Persia dan Arab. Karena bangsa Turki sangat mudah berasimilasi dengan budaya asing. Bahkan bahasa arab banyak dipakai di Asia Kecil yang mayoritas daerahnya dikuasai Turki. Seperti seni arsitektur, Turki Usmani banyak meninggalkan karya-karya agung berupa bangunan yang indah, seperti Mesjid Jami’ Muhammad al-Fatih, mesjid agung Sulaiman dan Masjid Abu Ayyub al-Anshary dan masjid Aya Sophia yang dulu asalnya dari gereja St. Sophia, merupakan peninggalan arsitektur yang dikagumi sampai saat ini. (Thohir, 2004:187) Hoja Sinan (1490-1578 M) adalah tokoh terbesar dalam bidang arsitektur ini. (Lapidus, 1999: 499), Untuk kehidupan keagamaan, agama merupakan bagian dari sistem sosial politik Turki Utsmani. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan negara dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat tinggi agama , tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak dapat berjalan. Pada masa ini tarekat berkembang pesat. Al Bektasi dan Al Maulawi merupakan dua tarekat yang paling besar. Al Bektasi berpengaruh terhadap tentara Yenisari, sedangkan Al Maulawi berpengaruh besar terhadap kelompok penguasa sebagai imbangan dari kelompok Yenisari Bektasi. ( Yatim, 2010: 136) .
Kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti.Para penguasa cenderung untuk menegakkan satu paham (madzab) keagamaan dan menekan madzab lainnya. Sultan Abd al Hamid II, misalnya fanatik terhadap aliran asy’ariyah. Untuk mempertahankan madzabnya, ia memerintahkan Syaikh Husein Al Jisri menulis kitab Al Hushun Al Hamidiyah (Benteng pertahanan Abdul Hamid).Akibat fanatik yang berlebihan inilah, ijtihad menjadi tidak berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan), dan
hasyiyah (catatan pinggir) terhadap karya-karya klasik yang telah ada. (Yatim, 2010: 137) Demikianlah kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Utsmani terutama di bidang militer, karena tidak terlepas dari tabiat orang Turki yang terbiasa hidup nomaden, jiwa militer, tangguh dan patuh terhadap pimpinan.

A.3. faktor-Faktor Kemajuan Dan kemunduran Turki Utsmani
Ø faktor-Faktor Kemajuan
            Pada abad XVI merupakan masa keemasan kerajaan Turki Utsmani. Pada tahun 1517 Sultan Salim merebut Mesir dari pemerintahan Mamalik yang sudah lemah. Setelah kemenangan Mohaec tahun 1526 M, sultan Sulaiman Yang Agung menundukkan sebagian besar Hungaria selama satu setengah abad lebih. Di perbatasan timur, Syafawiyah yang syiah, saingan berat kerajaan Turki Utsmani yang sunni, dapat ditaklukkan di Chaldiran pada tahun 1514 M.
1.      Tidak adanya diskriminasi dari penguasa,
2.      semua pihak berhak mendapat kedudukan yang tinggi, tidak terbatas pada kelompok tertentu saja.
3.      Menggunakan tenaga profesional dan terampil khususnya di bidang administrasi pemerintahan serta kepengurusan organisasi yang cakap
4.      Turki memperlakukan para pendatang dan penduduk baru secara baik dalam kehidupan beragama maupun bermasyarakat, sehingga mereka banyak yang tertarik memeluk agama Islam.
5.      Rakyat yang memeluk agama kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang murah dibanding di zaman Bizantium.
6.      Turki membebaskan rakyatnya untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing, bahkan kepada penduduk pendatang seperti waktu hari besar kristen para tentara yeniseri menjaga gereja. (Thohir, 2004:190)

Ø  Faktor-Faktor Kemunduran Kerajaan Turki Utsmani
            Pada akhir kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I kerajaan Turki Usmani berada ditengah-tengah dua kekuatan monarki Austria di Eropa dan kerajaan Safawi di Asia. Melemahnya kerajaan Utsmani setelah wafatnya Sulaiman I dan digantikan oleh Salim II. Pengganti kepemimpinan ini ternyata tidak mampu menghadapi kondisi tersebut. Pada awal abad ke-19 para Sultan tidak mampu mengontol daerah-daerah kekuasaannya. Dan melemahnya militer Turki Usmani berakibat munculnya pemberontakan-pemberontakan. Beberapa daerah berangsur-angsur mulai memisahkan diri dan mendirikan pemerintah otonom. Di Mesir, kelemahan-kelemahan kerajaan Turki Usmani membuat Mesir bangkit kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M., Mamalik kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Prancis tahun 1798 M. (Hasan, 1967: 342) Demikian pula pemberontakan-pemberontakan terjadi di Libanon dan Syiria, sehingga kerajaan Turki Usmani mengalami kemunduran, bukan saja daerah-daaerah yang tidak beragama Islam, tetapi juga di daerah-daerah yang berpenduduk muslim. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran kerajaan Turki utsmani ada dua bagian faktor internal dan faktor eksternal, seperti pendapat Ajib Thohir ;
A.    Faktor internal
1.      luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan yang ditangani oleh orang-orang penerusnya yang kurang profesional, kurangnya keadilan serta korupsi yang merajalela.
2.      Heterogenitas penduduk dan agama. Menurut Philip K Hitti, dalam Tarikh al Daulah al Islamiyah menyatakan bahwa suatu negara yang landasan berdirinya untuk kepentingan militer, bukan untuk kemashlahatan bangsa, tidak akan mampu menyatukan keberagaman penduduk dan agama.
3.      Kehidupan para penguasa yang suka bermewah-mewahan mengikuti gaya hidup orang barat dan meninggalkan nilai-nilai Islam.
4.      Merosotnya perekonomian negara akibat peperangan yang berlangsung berabad-abad lamanya

B. Faktor Eksternal
1.      Timbulnya gerakan nasionalisme di kalangan bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki Utsmani
2.       Kemajuan teknologi di dunia barat, khususnya di bidang persenjataan, sedangkan Turki mengalami stagnasi dalam bidang teknologi senjata, sehingga selalu mengalami kekalahan
dalam setiap kontak senjata dengan bangsa Eropa.(Thohir. 2004: 191-192) Sampai pada akhirnya pada tanggal 3 maret 1924, dengan tokoh reformisnya Mustafa Kemal Attaturk, secara resmi menghapus lembaga kesultanan dan khilafah dari bumi Turki dan memproklamsikan negara Republik Turki, sebagai negara sekuler dalam konstitusi. (Mughni. 1997: 161) Di bawah ini adalah daftar sultan yang memerintah di Kesultanan Utsmaniyah sampai berdirinya Turki sekuler.

B.     KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA
Perkembangan dan Kemajuan Peradaban Kerajaan Safawi
Perkembangan dan kemajuan kerajaan safawi tidak serta merta dapat diraih ketika Syah Ismail I memimpin (1501-1524 M), tapi kejayaan kerajaan Safawi baru terwujud pada masa pemerintahan Syaikh Abbas yang Agung (1587-1628 M) raja yang kelima. Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi meliputi beberapa bidang, antara lain:

1.      Kemajuan di bidang Politik
             Kerajaan Safawi dan Turki Utsmani sebelum abad ke-17 sudah saling bermusuhan dan Safawi banyak mengalami kekalahan, namun setelah Abbas I naik tahta kerajaan Safawi dalam merebut wilayah kekuasaan Turki Utsmani banyak mengalami kemenangan. Permusuhan antara dua Kerajaan aliran agama yang berbeda ini tidak pernah padam sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah Kerajaan Turki Utsmani pada tahun 1602 M. Disaat itu Turki Utsmani berada di bawah Sultan Muhammad III. Pasukan Abbas I menyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Sedangkan Nakh Chivan, Erivan, Ganja, dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-1606 M. Selanjutnya pada tahun 1622 M., Pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmus dan mengubah pelabuhan Gumurun menjadi pelabuhan bandar Abbas (Yatim, 2010: 143). Jadi dapat disimpulkan bahwa keadaan politik kerajaan Safawi mulai bangkit kembali setelah Abbas I naik tahta dari tahun 1587-1629 dan dia menata administrasi negara dengan cara yang lebih baik. Langkah-langkah yang ditempuh Abbas I dalam rangka memulihkan politik Kerajaan Safawi adalah:
a)      Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolan dari pusat
b)      Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas Kerajaan Safawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Tamh I
c)      Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani
d)     Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada khotbah Jumat (Yatim, 2010: 142 )

            Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Secara politik dia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain di masa raja-raja sebelumnya, dengan reformasi politiknya.
2.      Kemajuan di bidang keagamaan
            Pada masa Abbas, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa khafilah-khafilah sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar Syi’ah menjadi agama negara, tetapi ia menanamkan sikap toleransi. Menurut Hamka, terhadap politik keagamaan beliau Abbas tanamkam paham toleransi atau lapang dada yang amat besar. Paham Syi’ah tidak lagi menjadi paksaan, bahkan orang Sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya, Bukan hanya itu saja, pendeta-pendeta Nasrani diperbolehkan mengembangkan ajaran agama dengan leluasa sebab sudah banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia di kota Isfahan (Hamka, 1981: 70).
3.      Kemajuan di Bidang Ekonomi
            Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumurun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini, salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang bisa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Prancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi (Yatim, 2010: 144) Di samping sektor perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bulan sabit subur ( fortile crescent ) (Yatim, 2010: 144). bekal rohani.Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.
            Sering terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.(Yatim, 2010: 158-159) Krisis abad 18 mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran pramodern. Hampir diseluruh wilayah muslim, periode pramodern yang berakhir dengan Intervensi, penaklukan bangsa Eropa, dan dengan pembentukan beberapa rezim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh politik bangsa Eropa telah didahului dengan kehancuran Inperium Safawiyah dan dengan liberalisasi ulama. Demikianlah, Rezim safawiyah telah meninggalkan warisan kepada Iran modern berupa tradisi Persia perihal sistem kerajaan yang agung, yakni sebuah rezim yang dibangun berdasarkan kekuatan uymaq atau unsur unsur kesukuan yang utama, dan mewariskan sebuah kewenangan keagamaan syiah yang kohesif, monolitik dan mandiri. (Lapidus, 1999: 467)

C. KERAJAAN MUGHAL (INDIA)
a.    Proses Terbentuknya Kerajaan Mughal di India
            Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya Kerajaan Safawi. Jadi, di antara tiga keajaan besar Islam tersebut kerajaan inilah yang termuda. Kerjaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak Benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah Al-Walid, dari dinasti Bani Umayah. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qosim (Yatim, 2010: 145)
Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibukota didirikan oleh Zaharuddin Babur (1482-1530 M) , salah satu dari cucu Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza penguasa Ferghana. Babur mewarisi Ferghana dari ayahnya ketika berumur 11 Tahun. Pada tahun 1494 M, dia berhasil menduduki Samarkand yang menjadi kota penting di Asia Tengah dengan bantuan dari Raja Safawi, Ismail I. Kemudian di tahun 1504 M, Kota Kabul di Afghanistan berhasil diduduki. Setelah Kabul berhasil ditaklukkan, Raja Babur melanjutkan ekspansinya ke India untuk melawan raja Ibrahim Lodi sebagai penguasa India. Karena terjadi krisis pemerintahan di India, hal ini menguntungkan pihak Babur. Dengan mengerahkan militernya akhirnya pada tahun 1525 M, berhasil menaklukkan Punjab dengan ibukotanya Lahore, dan di tahun 1526 M terjadilah pertempuran yang dahsyat antara pasukan Ibrahim dengan Babur di Panipat, Babur berhasil memasuki kota Delhi pada tanggal 21 April 1526, sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahan dengan mendirikan kerajaan Mughal di Delhi. (Yatim, 2010: 147).
b.      Perkembangan Dan Kemajuan Peradaban Kerajaan Mughal
            Stabilitas politik dan pemerintahan yang baik di masa raja Akbar membawa dampak bagi kemajuan di berbagai bidang.

1.      Kemajuan di bidang Politik dan Sosial
            Puncak kejayaan kerajaan Mughal terjadi pada masa pemerintahan Putra Humayun, Akbar Khan (1556-1605 M). Sistem Pemerintahan Akbar adalah militeristik. Akbar berhasil memperluas wilayah sampai Kashmir dan Gujarat. Pejabatnya diwajibkan mengikuti latihan militer. Politik Akbar yang sangat terkenal dan berhasil menyatukan rakyatnya adalah Sulakhul atau toleransi universal. Dengan politik ini semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan etnis dan agamanya. (Yatim, 2010 : 150) Sehingga di masa Akbar, kerajaan tidak dijalankan dengan kekerasan, ia banyak menyatu dengan rakyat, bahkan rakyat dari berbagai agama tidak dipandangnya sebagai orang lain. Amir-amir dan sultan-sultan Islam yang selama ini berkuasa di daerahnya sendiri dengan cara kesewenang-wenangan bersama dengan para maharaja beragama Brahmana, berkat Akbar semuanya telah menjadi tiang-tiang bagi sebuah imperium Islam yang besar di Benua India. Di samping itu, pemerintahan tidak dipegangnya sendiri, tetapi diadakannya menteri-menteri. Kepada pemungut pajak diperintahkan dengan keras agar tidak memungut pajak dengan memaksa dan memeras. Di dalam persoalan agama, beliau sangat toleran dan bagi orang yang beragam Hindu dihormati oleh Akbar dan tidak dipaksa untuk memeluk agama Islam (Hamka, 1981: 150).
            Dengan demikian, Akbar adalah seorang reformis Kerajaan Mughal yang telah menata pemerintahan dengan sistem yang lebih baik dibanding dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya. Di bidang agama, ia adalah sebagai tokoh moderat yang memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Dengan adanya kebijakan seperti di atas, rakyat India sangat simpati kepadanya dan kehidupan sosial masyarakat saling hormat - menghormati serta senantiasa menjunjung tinggi toleransi.
§  Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu ;
a)      Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.
b)      Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
c)      Pendekatan Aurangzeb yang terlampau keras dalam melaksanakan syariat Islam tanpa adanya toleransi antar umat beragama Islam dengan Hindu, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
d)     Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan. ( Yatim, 2010: 163)

terima kasih ...
selamat membaca...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar